Senin, 30 Juni 2008

MOHON PERHATIAN

BYAR Creative Industry pindah alamat bagi yang masih membuka blog ini kami sekarang bertempat di Perum BPD II No. 35 Kalicari-Pedurungan, Semarang-ID dan blog kami adalah www.beritabyar.blogspot.com mohon diperhatikan dan dimengerti terimakasih

Selasa, 11 Desember 2007

KtoK PROJECT SEMARANG
Oleh: M. Salafi Handoyo (Ridho) Seniman Muda Semarang
Dalam lima tahun terakhir, Semarang tak pernah menelorkan nama hebat dalam senirupa Indonesia bahkan dunia. Khususnya untuk seni dalam media eksplorasi. Dan seharusnya dapat dijadikan contoh bagi generasi saat ini. Sedangkan laju seni saat ini sangat cepat. Ditandai dengan munculnya visual baru: foto, video, digital, printing, obyek, stret art, performance art, sound art serta karya non konvensional lainnya. Proyek seni dengan nama KtoK PROJECT. Dimana nama dan ide awal lahir dari pemikiran seorang pemilik ruang pamer yang ada di Semarang, yang pada awalnya beliau bersikeras tak mau disebutkan identitasnya. Project #1, muncul dengan Heroisme. Tema kepahlawan diusung sebagai motivasi individu dalam bersikap positif di lingkungannya. Project #2, dengan Komedi putar, plesetan dari kata Komidi Putar. Sebuah obyek mainan selalu hadir di pasar malam, sebagai penanda anak muda yang energik, seenaknya, tetapi dengan pasti melangkah. Project #3, Dark Brown Sofa. Menghadirkan iconisasi obyek sofa dan gerak tubuh direkam menggunakan kamera serta diolah dalam komputer. Project #4, Sakit? Di Komik Aja! Menghadirkan visual komik yang di aplikasikan ke dalam benda di ruang kos. Project #5, mencoba lebih memahami dunia seni anak muda dengan ungkapan: Senirupa Hidupku, Semarang Kotaku, dan KtoK PROJECT Semangatku! Kalimat Senirupa hidupku, harus dijadikan pendorong semangat seorang seniman dalam berkarya sehingga tak sia-sia. Bahasan sebuah karya seni, mengingatkan kita kepada pendapat seorang seniman besar: “Dimana bila seorang seniman membuat suatu barang seni, maka sebenarnya buah keseniannya tadi tidak lain dari jiwanya sendiri yang kelihatan. Kesenian adalah jiwa ketok. Jadi kesenian adalah jiwa. Jadi kalau seorang Sungging membuat sebuah patung dari batu atau kayu maka patung batu atau kayu tadi, meskipun menggambarkan bunga, ikan, burung, atau awan saja, sebenarnya merupakan gambar jiwa. Dalam patung, ikan, burung, atau awan tadi kelihatan jiwa sang Sungging dengan terangnya. Sama kalau saudara bisa mengenal si A, si B, dan si C. Kalau saudara melihat surat atau tulisan mereka, begitu juga kita bisa melihat: Goethe, Shakespeare, Dante, dan Frank Capra, kalau kita melihat tonil-tonil atau film mereka. Jadi kalau kita kagum karya beberapa seniman, sebenarnya yang kita kagumi bukan karyanya, tetapi jiwa seniman yang membuat karya kesenian tadi. Tetapi sebaliknya kalau kita tidak bisa kagum pada karya-karya kesenian seseorang, itu sebenarnya disebabkan oleh si pembuat tadi tidak mempunyai jiwa yang mengagumkan. Jiwa apakah yang bisa mengagumkan? Ialah jiwa yang besar! Dan jiwa apakah yang tak bisa mengagumkan? Ialah jiwa yang kecil! Jadi ini sudah suatu hukum alam bahwa hanya suatu jiwa yang besarlah yang bisa menciptakan kesenian yang besar. Sekarang hanya terletak pada seniman-seniman muda bangsa Indonesia sendiri. Kalau dia hendak membuat sesuatu janganlah menyangka bahwa kebesaran sesuatu itu terletak pada hebatnya cerita, pada motif, atau muluk-muluknya titel, tetapi lebih baik peliharalah jiwa muda dengan jalan: Berani hidup, berani melarat, cinta kebenaran, berjuang untuk kebenaran, meskipun musuh dewa sekalipun, tetap sederhana, tetapi kalau perlu angkuh sebagai garuda”. (Sudjojono: Seni Lukis, Kesenian, dan Seniman – Indonesia Sekarang, Yogyakarta 1946) Dikutip dalam buku SENIRUPA MODERN INDONESIA Esai-Esai Pilihan / Aminudin TH Siregar, Enin Supriyanto). Ayo! Kita harus memilih. Untuk tetap menjadi seniman yang berjiwa kecil, atau seniman berjiwa besar. Bahkan barangkali mampu menciptakan alternatif yang harus angkuh sebagai garuda muda? Proyek ini diikuti 20 seniman muda perevent, dengan peserta berumur kisaran 20 sampai dengan 25 tahun. Perkembangannya seniman yang terlibat dalam KtoK PROJECT #1 - #5 mencapai 50 orang. Munculnya pemberitaan di media massa tentang KtoK PROJECT 2007, Kos-to-Kos, dimana menggunakan ruang pamer berupa kos/kontrakan mahasiswa sebagai ruang alternatif. Memunculkan semangat baru, pemikiran baru, dan langkah baru bagi seniman muda. Menciptakan alternatif baru, propaganda dalam mengubah situasi stagnan di lingkungannya. Menuai hasil yang maksimal, terbukti mampu mengubah beberapa segmen untuk lebih aktif dalam mengkritisi, memberitakan, mendukung, bahkan bersaing dengan KtoK PROJECT. Dan bagi anak-anak muda ini, Semarang mulai terasa sebagai kota yang nyaman untuk berkreatifitas. Semarang salah satu kota besar, memiliki aktivitas perdagangan cukup energik, karena keberadaan pelabuhan besarnya. Sehingga menarik pedagang dari manca negara pada waktu itu (etnis cina dan etnis arab) untuk mampir berdagang bahkan beranak-pinak membentuk kelompok minoritas. Perkembangannya kelompok minoritas tersebut berubah menjadi kumparan massa berskala besar. Tak hanya perdagangan, sistem pemerintahan, serta tatanan kota, tetapi berpengaruh pula pada perubahan menuju pembentukan karakter budaya modern. Perdagangan dan perekonomian yang digawangi oleh Etnis Cina. Dengan sirkulasi uang cukup besar, seharusnya mampu memunculkan segmen pendukung bagi perkembangan senirupa yang kuat. Potensi untuk menuju kearah yang lebih baik memang ada. Tetapi mungkin karakter individu yang diberi kesempatan untuk menjadi segmen senirupa tersebut, belum mampu berjalan dengan lurus. Indonesia sebagai negara besar membutuhkan semangat kerja keras, agar seniman di daerah mampu memberikan ragam cirikhas dalam citraan visual senirupa. Perbaikan dalam pembentukaan jejaring dan Infrastruktur, membutuhkan waktu yang cukup lama dan dana yang ekstra besar. Sehingga sangatlah minim kekuatan seniman pada waktu itu untuk memacu diri. Hal ini juga sangat terasa di Semarang. Segmen seperti pemerintah, museum, media massa, balai lelang, galeri, rumah seni, instansi pendidikan, lembaga seni, dan beberapa segmen yang terbentuk dari masyarakat seperti ahli seni, kritikus seni, pasar (kolektor), seharusnya yang bertanggung jawab penuh untuk perkembangan dan kesempatan mendunia bagi seniman muda ini? Tetapi dalam praktiknya tanggung jawab tersebut lebih banyak diambil beberapa komunitas atau lembaga seni seperti Yayasan Kelola dan Ruangrupa Jakarta, serta Rumah Seni Cemeti Yogyakarta. Mereka berusaha secara sportif memberikan kesempatan dan pengajaran bagi seniman muda melalui program-programnya menuju arah pengkajian dan pengembangan, baik untuk pekerja atau seni itu sendiri. Hal ini bisa bandingkan dengan ruang-ruang seni yang ada di lingkungan kita (daerah lain). Sudah mampu bertanggung jawabkah, praktik visi dan misi ruang-ruang tersebut kepada publiknya? KtoK PROJECT adalah langkah awal sebagai tonggak perubahan menuju arah lebih baik. Selain itu, latar belakang diadakan proyek ini adalah sebagai solusi bagi permasalahan senirupa kota yang didominasi oleh seni lukis. Banyak seniman menekuni bidang seni lukis, tanpa adanya kesempatan lebih baik selama bertahun-tahun. Mungkin juga karena Semarang belum memiliki segmen yang kuat untuk seni lukis seperti halnya Bali,Yogyakarta dan Jakarta. KtoK PROJECT lebih secara luas menjoba mengkaji ilmu-ilmu lain dalam seni, selain seni lukis. Dan mencari peluang-peluang baru bagi seniman muda untuk mendunia. Permasalahan yang kedua, komunitas atau pekerja seni yang lebih dulu ada, lemah dalam pendokumentasian, penyimpanan data, serta manajemen kegiatannya. Sehingga tak mampu bertahan lama untuk membangun kesempatan dan kerja jejaring dengan komunitas lain. Hal tersebut menyulitkan kami sebagai generasi muda untuk mencari referensi dan pembelajaran bidang seni. Sedangkan target proyek ini, difokuskan sebagai motivator dan daya tarik. Untuk menumbuhkan minat anak muda dalam mengeksplorasi bidang ilmu senirupa seluas-luasnya. Dengan demikian diharapkan mampu membantu seniman muda dalam berkonsentrasi menjadi seniman profesional. Sehingga mereka dapat menentukan pilihan dan bernegosiasi dengan segmen seni. Saya tegaskan! Dalam dunia senirupa, seniman muda hanya mempunyai dua pilihan: Pilihan pertama, mampu bernegoisiasi dengan segmen seni. Dengan catatan antara seniman dan segmen seni tersebut harus saling menguntungkan. Kondisi ini yang biasanya sangat sulit dipraktikan. Tendensi secara pribadi kerap melahirkan sikap menuju eksploitasi sepihak kepada seniman. Pilihan kedua, apabila tidak mau bernegosiasi dengan segmen tersebut, maka yang harus dilakukan adalah menciptakan alternatif-alternatif sebagai tandingan. Kondisi ini juga memerlukan daya upaya ekstra besar. Kita harus mampu menggantikan fungsi segmen seni yang ada secara alternatif. Ciptakanlah seni alternatif, ruang alternatif, sistem alternartif, media alternatif, sumber dana alternatif serta fungsi lainnya. Sehingga kita mampu berkreatifitas secara mandiri, dengan catatan tetap berkualitas. Mari kita sama-sama berfikir, terus berfikir, sambil berupaya bagaimana caranya seorang seniman tak hanya mampu dalam menciptakan sebuah karya. Tetapi ia juga mampu menciptakan ruang untuk memamerkan dan juga pasar untuk karyanya sendiri? KtoK PROJECT tentunya belum bisa untuk dinilai, sudah berhasil atau belumkah, sebagi praktik fungsi alternatif tersebut? Karena ini semua adalah langkah awal dan berjalan dengan spontan di Semarang. Tetapi dalam perkembangannya KtoK PROJECT mendapatkan respon positif dari beberapa ahli seni, yang kemudian diikutkan serta didukung dalam beberapa event:
KtoK PROJECT dalam Seminar Nasional Membangun Dinamika Senirupa Indonesia. Galeri Nasional Indonesia. 11 – 13 Juli 2007, Jakarta Indonesia.
KtoK PROJECT dalam Festival Tanda Kota. 15-30 November 2007, Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki Jakarta. KtoK PROJECT artists talk di BBC International Radio. 25 November 2007, Jakarta Indonesia. KtoK PROJECT dalam Biennale Jogja IX 2007. NEO – NATION. 28 Desember 2007, di Jogja National Museum, Yogyakarta Indonesia. KtoK PROJECT didukung oleh Hivos people unlimited. Dalam program pembuatan buku, mengenal dan membongkar lebih dalam KtoK PROJECT. Disebarluaskan secara regional, nasional, dan internasional. Awal mula dalam persiapan KtoK PROJECT #2, lahirlah sebuah organisasi bernama BYAR Creative Industry. 24 Desember 2007, di kota Semarang. Pada perkembangannya organisasi inilah, yang bekerja keras untuk mengenalkan, mendukung, dan memanajemen kinerja KtoK PROJECT. Proyek ini telah berakhir pada tanggal 10 Desember 2007 lalu. Tetapi tugas BYAR Creative Industry masih belum berakhir. Ditahun 2008, organisasi ini masih bertanggung jawab untuk mempublikasikan, memamerkan, serta menerbitkan sebuah buku yang didedikasikan untuk semua peserta KtoK PROJECT. Dan program ini mempunyai target, mengenalkan KtoK PROJECT sebagai referensi seni untuk anak muda secara regional, nasional, dan internasional. Semoga! Tercatat seniman muda yang terlibat di dalam KtoK PROJECT adalah: M. Salafi Handoyo (Ridho), Ratri Inayatul. B, Mohammad Rofikin, Rudy Vouller, Singgih Adhi. P, Edi. PB, Okky Noviyanto, Titis, Dian, Alfiah, Nasay Saputra, Asep Herman, Juwandi. A, Nahyu Rahma. F, Fahrudin Fatkhurohim, Abikara Widyan. A, Ari Q-Njenk, Irfan Fatchu Rahman, Robby, Martya Dyah Purnamasari, Aris Pradianto, Surya, Catur, Rofian, Khori Teguh Ariyanto, Adinda Surya. A, Rangga, Diky Aulidzar, Erick Lionel, Taufan Affandi, Purwo Widodo, Sugeng Triyanto, Thomas Asep. RP, Abdul Aziz, Fitricha, Siti Noor Aisyah, Lainufara, Fajar A, Firman TS, Kurniawan AU, Dian PW, Anis Sukama, Dhilla Buy, Andan Styoko, Adin, Lanang Q. Wibisono , Fian Fifi, Bagus. T, dan Lina Nurdiana. Besar harapan, beberapa seniman muda diatas akan selalu aktif dan produktif dimasa yang akan datang. Sehingga jarak kreatif antar generasi tidak semakin panjang. Dan setiap tahunnya memunculkan seniman muda yang berpotensi. Untuk menutup tulisan saya kali ini, ada hadiah coretan kecil untuk kalian semua: Nama KtoK PROJECT, pesertanya anak-anak muda. Merealisasikan mimpi lewat karya, untuk bersaing dengan seniman dunia. Bukan hanya gerakan berontak dalam seni, dan bukan hanya propaganda untuk mengenalkan diri. Melainkan alternatif tandingan menemukan jalan sendiri, sebagai penyeimbang seni yang hanya bersifat komersil. Dibalik pentingnya seni komersil, seni juga perlu dipelajari, diteliti, dikembangkan dan dibongkar. Sebagai catatan untuk generasi berikutnya, agar mereka memiliki referensi dalam berkarya. Tak beda jauh KtoK PROJECT, alangkah lebih baik diperiksa, ditanyai, dan dipelajari. Daripada harus didakwa, ditampar, dimarahi, dan ditolak. Yakin dan berapi-apilah, kita disini juga memiliki potensi, untuk bersaing bersama mereka. Kalau bukan kita siapa lagi, untuk mengenalkan Semarang lewat karya. Dan kami menantikan hadirnya seorang pahlawan, mendukung anak muda tanpa tendensi berlebihan. Karena kami akan lebih menghargai, segmen yang jelas dalam visi dan misi! (M. Salafi Handoyo/Ridho). Terima kasih.

Selasa, 06 November 2007

KtoK PROJECT #3 - VIDEGOSYSTEM

DARK BROWN SOFA VIDEGOSISTEM: Video Ego dan Sistem KtoK PROJECT #3 APRIL 2007 Oleh: M. Salafi Handoyo dan Ratri Inayatul .B …Video kanal tunggal itu wujudnya tayangan seni gambar bergerak mirip sinema atau dokumenter yang ditayangkan dalam proyeksi tunggal. Persoalan lalu muncul, tidakkah ini menimbulkan kerancuan bila video (hanya) dimaknai sebagai produk akhir?. Saya ingin memberikan ilustrasi. Di kehidupan sehari-hari kini kita mengenal ponsel 3G yang memungkinkan kita berkomunikasi tatap muka realtime melalui “video call”. Di sini video didefinisikan lebih sebagai (peristiwa) interaktivitas, ketimbang rekamannya. Itu juga terjadi pada video konferensi dan internet dengan fasilitas kamera web (termasuk untuk maksud seni). Sebagai konsekuensi logis terjadilah “artefakisasi” obyek seni yang sebetulnya sudah memasuki wacana immaterial dam kesementaraan?. Dalam diskusi di Bandung, Heru Hikayat, pengamat seni, menengarai alih-alih digitalisasi seni video, boleh jadi bentuk seni itu terjadi sesaat (ephemeral), bak penggalan puisi Kahlil Gibran, sekali anak panah diluncurkan kita tidak bisa lagi mengontrol bahkan menghalanginya….(KOMPAS, MINGGU 18 MARET 2007 - Krisna Murti, seniman video). Sangat menarik penggalan teks diatas! Tetapi sungguh sayang, apakah kita sebagai seniman muda di Semarang memahami atau mungkin mau mencoba mengerti? Senirupa telah berkembang cepat bak kecepatan cahaya di dalam ilmu fisika. Akan tetapi Senirupa Semarang seberapa cepatnya?. Kedua pertanyaan yang saya lontarkan tersebut mungkin memacu banyak opini, atau bahkan emosi. Ada yang bersikap terbuka ada pula yang acuh tak acuh bila membicarakan karya seni video. Mungkin juga meremehkan. Makanan apa tuh video? Aliran baru apa lagi video? Disini saya tidak mau menjelaskan lebih lanjut arti dan pemaknaan karya video. Dalam perbincangan dengan beberapa teman dari ruangrupa, Jakarta. Mereka menuturkan bahwa karya video di Indonesia belum mencapai kesepakatan: untuk arti, penjelasan, bahkan pemaknaan yang lebih mendalam tentang karya video. Seniman video di Indonesia lebih mementingkan dalam pembuatan karya dan konsep yang mewakili didalamnya daripada sibuk menguak pemaknaan video itu sendiri. Beberapa diskusi terjadi hanya untuk menentukan tahapan, konsep, serta tujuan dalam pembuatan karya video. Bukan berarti karya video yang berartistik tinggi bisa dinamai sebagai karya video art. Mungkin anda kurang puas membaca tulisan saya, akan tetapi yang terjadi di Indonesia bahkan didunia internasional memang demikian. Pemaknaan video atau video art belum menghasilkan pemaknaan yang akurat. Tapi jangan heran apabila dalam kehidupan sehari-hari kita telah bersenggama dengan digitalisasi seni video. Hand Phone, Kamera Digital, Handycame, Televisi, bahkan sekarang di kota Semarang sedang dibangun instalasi Videotron dimana pemkot Semarang menyatakan Video tersebut terbaik se-Indonesia? Untuk itu mari kita sebagai generasi yang funky ikut menyemarakkan senirupa dunia dengan mencoba membuat karya video. Salah satu media alternatif dalam berkesenian. Apalagi sekarang sudah ada disiplin ilmu Desain Komunikasi Visual, sudah seharusnya mereka mengakrabkan diri dengan karya-karya digital. Orang yang lebih tua umurnya diibaratkan adalah orang yang berhenti pada satu titik, sedang yang muda diibaratkan berjalan mengikuti perkembangan jaman (kutipan dalam sebuah Komik Jepang). Jika kita, yang mengaku-aku anak muda, tidak berjalan mengikuti perkembangan seni rupa sekarang ini, pantaskah disebut dengan seniman muda? Sebuah pilihan alternatif dari hanya bisa meneruskan seni turun-temurun dari nenek moyang. Apakah muda disini hanya diartikan secara biologis saja? Sedangkan jiwanya mengalami stagnasi yang cukup tua. Sehingga berpengaruh didalam karyanya. Tidak hanya berbekal nekat dan keberanian, seorang seniman bisa berhasil. Terkesan grusah-grusuh, tak tahu arah dan asal tabrak, tanpa memperhitungkan strategi yang benar dan akurat. Dan satu lagi yang sering terlewatkan oleh perupa muda sekarang ini, mereka selalu berpedoman sebagai penolak sistem dan pejuang marjinalis. Kenapa kita harus memusuhi sistem jika sejatinya kita, dengan sadar atau pun tidak, hidup dan berkutat di dalam sistem. Sebenarnya hanya orang-orang yang terlalu ekstrim menempatkan diri pada posisi yang mereka anggap sudah sesuai proporsi (penolak sistem dan pejuang marjinalis), yang menganggap sistem hanya sebuah kekonyolan dan mengada-ada. Pandanglah sesuatu dari segala lini, maka akan ada banyak hal yang kita dapatkan. Sebenarnya kita bisa besar karena sistem. Sistemlah yang membuat kita lebih berpendidikan dan lebih tertata. Hidup itu indah tergantung dari sudut pandang apa kita melihat. Begitu juga dengan seni rupa, tanpa sistem tidak akan ada elemen-elemen yang terbentuk seperti gallery, balai lelang, atau bahkan kampus senirupa. Disinilah diperlikan sebuah proses yang dinamakan negosiasi. Ada dua pilihan dalam bernegosiasi: Kita lakukan proses negosiasi tersebut, dengan ketentuan, dua belah pihak yang bernegosiasi saling diuntungkan. Atau apabila hal tersebut tak bisa terjadi, alangkah lebig baik kita berjalan secara mandiri tanpa harus bergantung dengan pihak lain. Kenapa kita tidak mencoba membuka diri dan positive thinking. Sehingga mampu memanajemen langkah kita agar mampu mengikuti dan bernegosiasi dengan sistem. Sebagai contoh beberapa seniman muda yang bekerja sama dengan sistem: Samuel Indratma, seniman muda yang bergerak di dalam kelompok “Apotik Komik” rela bekerjasama dengan pemerintah dan TVRI (sistem) demi keberhasilan propaganda yang ia lakukan. Alhasil kegiatan tersebut diliput oleh beberapa televisi swasta (RCTI, SCTV, ANteve) dan TVRI. Dan beberapa media massa seperti Bernas, Kedaulatan Rakyat, Panji Masyarakat menyiarkan kegiatan seni alternatif itu. S. Teddy. D, mampu menyelesaikan karya pada batas waktu yang ditentukan oleh pimpinan dalam produksi film (sistem), untuk mempertanggung jawabkan karyanya dalam film “Opera Jawa”. Alhasil film tersebut lebih menarik dan mendapat penghargaan internasional. Tentunya nama S. Teddy. D, juga ikut terangkat secara internasional. Dan beberapa seniman muda Semarang yang bekerjasama dengan ruang, gallery, institusi seni atau mengurus perijinan agar mendapat dukungan baik berupa material atau kerjasama lain, itu juga sebuah kolaborasi individu seni dengan sistem baik didalam lembaga, masyarakat, institusi pendidikan, atau bahkan yang sering disebut-sebut sebagai galeri papan atas. Sistem bukan untuk dilawan, selama sistem tersebut masih berputar sesuai porosnya. Yang harus kita lakukan adalah negosiasi, untuk dapat masuk, mengikuti, atau bahkan mendapatkan percikan finansial. Bila memang sitem tak bisa diajak negosiasi, yang harus kita lakukan hanya menciptakan alternatif-alternatif tandingan. KtoK PROJECT #3 hadir dengan konsep Dark Brown Sofa. Menghadirkan iconisasi sebuah obyek benda (sofa) dan merekam gerak tubuh dengan media kamera serta diolah dalam Komputer. Proyek ini lebih ditekankan kepada penguasaan media dan pembelajaran media khususnya photo, digital grafis, dan video (Irfan Fatchu Rahman: Konseptor KtoK PROJECT #3). Dimotori oleh Irfan Fatchu Rahman. Ketertarikannya dalam dunia video dan photography dimulai ketika ia rajin mengakses Internet. Dia saksikan beberapa karya video seniman muda Indonesia yang berhasil mengikuti ajang festival dunia. Keinginan hanyalah keinginan, mampukah Unnes mewujudkan mimpi-mimpinya ? Walau hanya meminjamkan peralatan berupa LCD dan Laptop untuk sekedar mempresentasikan beberapa karyanya. Mari kita dukung dan bersikap positif demi kemajuan Senirupa Unnes, sebagai lembaga pencetak seniman di Semarang. Senirupa Unnes tidak bisa disalahkan, hanya saja kurangnya komunikasi dari masing-masing elemen. Serta begitu panjangnya jarak pembuktian kreativitas dari masing-masing alumni Unnes di kancah senirupa Indonesia. Ayo, jadikan gerakan senirupa yang terjadi di Unnes menjadi proyek laten sehingga membuat was-was dunia senirupa di Indonesia. Awas Senirupa Unnes mau lewat! Dan inilah 22 seniman muda yang akan lewat tersebut: Abikara Widyan. A, Ari Q-Njenk, Diky Aulidzar, Erick Lionel, Fahrudin Fatkhurohom, Irfan Fatcu Rahman, Khori Teguh. A, Mohammad Rofikin, M. Salafi Handoyo(Ridho), Nahyu Rahma. F, Taufan Affandi, Purwo Widodo, Ratri Inayatul. B, Rofian, Singgih Adhi. P, Sungeng Triyanto, Thomas Asep. RP, Edi PB, Rudy Vouller, dan Abdul Aziz. Hadir sebagai pembicara Rizky Lazuardi dan sebagai moderator Adin Hysteria. Kami mau guyon sedikit, “Menurut anda mengapa Inul Daratista bisa merajai Dunia dangdut dan menjadi selebritis Indonesia ? Tentunya bukan karena, Mbak Inul dari desa kemudian nekat urban ke Jakarta dan mencoba memasuki beberapa industri musik di Ibu Kota. Akan tetapi karena Mbak Inul, sebelum tampil di televisi, dia berusaha menggandakan adegan hotnya, ketika tampil di daerah dalam bentuk video dan di-CDkan dalam jumlah ribuan serta disebarkan di seluruh Indonesia. Dengan videolah Mbak Inul merajai dunia dangdut dan melumpuhkan Jakarta. Disini terbukti bahwa Inul menerobos sistem Industri musik di Jakarta dengan video. Dan Mbak Inul mampu melakukannya.

Rabu, 17 Oktober 2007

berikan dukungan dan donasi anda untuk kami

K to K Project sedang mengadakan penggalangan dana berkaitan dengan keterlibatan K to K Project dalam 2 pameran: "Festival Tanda Kota" di Jakarta pada bulan November 2007 dan "Biennale IX Jogja: Neo-Nation" pada bulan Desember 2007. Dukungan dapat berupa dana atau media pendukung (GRATIS untuk kaos, CD, cetak, fotokopi, dll). Identitas dan nama seluruh penyandang dana akan dicatat dalam siaran pers, CD, katalog, kliping, poster serta blog/ e-mail yang akan disebarluaskan secara luas (lokal, nasional ataupun internasional). Jika berminat silakan kontak kami: via Ridho dg alamat e-mail ruparidho@yahoo.co.id atau sms/ phone dg no. 081326760777. OK. thank you support our local act

K to K Project #4

[comic on helmet by Singgih A.P.]
K to K Project #4 - Sakit? Di KOMIX Aja!!!
2 - 5 Oktober 2007
tema: Pendidikan di Indonesia
material: komik aplikasi

K to K Project #3

[artist on photos are Singgih A.P., Khori, and Firman T.S.]
K to K Project #3 - dark brown sofa
26 - 28 Mei 2007
tema: Kenyamanan
material: poster, fotografi, video

K to K Project #2

[neon box by Rofikin item, instalation by Abikara]
K to K Project #2 - Komedi Putar
on February
tema: Komedi Putar
material: bebas